Senin, 15 Desember 2014

Sejarah Lilin



Sebelum penerangan listrik digunakan pada tahun 1900-an, lilin banyak dimanfaatkan sebagai sumber penerangan buatan.Lilin juga banyak digunakan sebagai pelengkap dekorasi interior dan dalam upacara tertentu.Lilin termasuk temuan paling awal dari dunia primitif. Ini di dukung dengan penemuan tempat lilin di Mesir dan P. kreta, dari tahun 3000 SM. Namun catatan awal yang jelas- jelas menggambarkan lilin baru muncul pada abad I. Politisi Romawi yang hidup di sekitar abad I dan II, Pliny The Younger, menguraikan tentang benang rami berlapis ter dan lilin alang-alang (batang alang-alang di kupas lalu dicelup malam).
Meskipun tidak di ketahui asal-usulnya, masyarakat Mesir kuno jelas telah mengenal lilin.Diabad pertengahan, lilin lemak luas di pakai masyarakat Eropa.Selanjutnya lemak bersumbu digantikan dengan lilin dari malam lebah yang beraroma khas.
Pada abad XIX ahli kimia Prancis Michel-Eugene Chevreul menancapkan tonggak bersejarah dalam proses pembuatan lilin. Ia berhasil memisahkan asam lemak dari gliserin lemak sehingga menghasilkan asam stearat, bahan penting untuk menghasilkan lilin bermutu baik. Stearat bersama dua bahan yang di temukan selanjutnya, yaitu spermaceti dan malam parafin selanjutnya menjadi bahan baku utama lilin.
Spermaceti adalah hasil kristalisasi lemak ikan paus.Kelebihan spermaceti adalah tidak menimbulkan bau pedas, selain menghasilkan batang lilin yang tidak mudah lembek dan bengkok di musim panas.Lilin spermaceti membuka tahap baru dari sejarah lilin.Jenis lilin ini dibuat sedemikian rupa, sehingga dengan berat +/- 75g, kecepatan pembakarannya 120 grain (7,776 g) per jam.Jadi satu lilin baru habis selama sekitar 10 jam.Standar ini kemudian ditetapkan sebagai satu kandela, satuan ukuran intensitas sumber penerangan menurut standar internasional.
Sekitar pertengahan abad XIX, malam parafin berhasil dikristalkan dari minyak tanah menjadi bahan utama malam.Karena parafin cenderung lembek dan lentur pada temperatur dibawah titik leburnya, maka digabungkan dengan stearat.Bersama stearat, parafin menjadi bahan dasar lilin batangan.Selama perkembangannya, ada beberapa cara pembuatan lilin.mulai yang hanya mencelupkan sumbu kedalam lilin, hingga menggunakan mesin pencetak lilin, yang mulai di kembangkan pada abad XIX.mesin ini terdiri atas tangki logam yang di panaskan kemudian didinginkan berganti-ganti.Cara kerjanya mula-mula sumbu disusupkan dari dasar cetakan melalui piston, menembus lilin cair dalam cetakan.Setelah cetakannya dingin, lilin mengeras, lilin didorong keluar oleh piston, lalu sumbunya dipotong.
Zaman sekarang lilin mempunyai bentuk, ukuran dan keunikan tersendiri dan mempunyai aroma harum tertentu.

Sejarah singkat roti tawar



Beribu tahun lalu, manusia hidup megembara, sambil berburu dan mencari yang bisa dimakan. Tadinya bulir gandum mereka kunyah begitu saja. Uh! Keras! Jadi, mereka tumbuk dan beri air supaya lembek. Adonan yang tersisa mereka jemur sampai kering untuk bekal perjalanan.



Lalu mereka tahu, makanan menjadi lebih enak kalau dibakar. Jadi, adonan gandum mereka pipihkan di permukaan batu yang dipanaskan dengan api. Sekitar 4.600 tahun lalu, di Mesir ada orang lupa mengeringkan adonan tepung. Adonan itu meragi. Setelah dibakar, rasanya lebih empuk dan lebih enak. Sejak saat itu, mereka sengaja meragikan dulu adonan tepung supaya mengembang.
 

Roti masa itu belum seempuk dan seenak sekarang membuatnya pun menjijikan. Tepung, air dan ragi dicampur lalu diinjak-injak oleh para budak. Namun roti tidak lagi dibakar di api terbuka, tetapi di dalam tungku primitif berbentuk kerucut. Masa itu pekerja Mesir bukan diupah dengan uang, tetapi dengan roti. Sampai sekarang dalam bahasa inggris pencari nafkah disebut breadwinner.



Sampai sekarang, roti tradisional di Timur Tengah, India, Afrika masih pipih. Roti kemudian menjadi makan pokok di berbagai dunia



Orang Belanda menyebut roti dengan sebutan brood. Itulah sebabnya pada masa yang lalu tukang roti di jakarta menjajakan dagangannya sambil berteriak "Boot! Boot!"



Selama berabad-abad, bahan utama roti, yaitu gandum dihaluskan dengan cara digiling memakai batu. Pekerjaan berat itu dikerjakan para budak dan orang hukuman (kasian ya!)



Sampai abad ke 10 di Eropa tukang roti selalu dianggap curang. Mereka sering mencampur tepung bermutu tinggi dengan yang bermutu rendah dan menjual dengan harga tinggi. Pada awal abad ke -18 tukang roti yang curanh dihukum dengan kejam di Turki. Telinga mereka dipakukan di tiang pintu. Ih, ngeri!



Berkat kemajuan ilmu pertanian dan penggunaan masin, tepung gandum kemudian mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh rakyat jelata. Roti pun bisa dinikmati oleh kamu dan aku.