Sebelum penerangan listrik digunakan pada tahun 1900-an,
lilin banyak dimanfaatkan sebagai sumber penerangan buatan.Lilin juga banyak
digunakan sebagai pelengkap dekorasi interior dan dalam upacara tertentu.Lilin
termasuk temuan paling awal dari dunia primitif. Ini
di dukung dengan penemuan tempat lilin di Mesir dan P. kreta,
dari tahun 3000 SM. Namun catatan awal yang jelas- jelas menggambarkan lilin
baru muncul pada abad I. Politisi Romawi yang hidup di
sekitar abad I dan II, Pliny The Younger, menguraikan tentang benang rami
berlapis ter dan lilin alang-alang (batang alang-alang di kupas lalu dicelup
malam).
Meskipun tidak di ketahui asal-usulnya, masyarakat Mesir kuno jelas telah mengenal lilin.Diabad pertengahan, lilin lemak luas di pakai masyarakat Eropa.Selanjutnya lemak bersumbu digantikan dengan lilin dari malam lebah yang beraroma khas.
Pada abad XIX ahli kimia Prancis Michel-Eugene Chevreul menancapkan tonggak bersejarah dalam proses pembuatan lilin. Ia berhasil memisahkan asam lemak dari gliserin lemak sehingga menghasilkan asam stearat, bahan penting untuk menghasilkan lilin bermutu baik. Stearat bersama dua bahan yang di temukan selanjutnya, yaitu spermaceti dan malam parafin selanjutnya menjadi bahan baku utama lilin.
Spermaceti adalah hasil kristalisasi lemak ikan paus.Kelebihan spermaceti adalah tidak menimbulkan bau pedas, selain menghasilkan batang lilin yang tidak mudah lembek dan bengkok di musim panas.Lilin spermaceti membuka tahap baru dari sejarah lilin.Jenis lilin ini dibuat sedemikian rupa, sehingga dengan berat +/- 75g, kecepatan pembakarannya 120 grain (7,776 g) per jam.Jadi satu lilin baru habis selama sekitar 10 jam.Standar ini kemudian ditetapkan sebagai satu kandela, satuan ukuran intensitas sumber penerangan menurut standar internasional.
Sekitar pertengahan abad XIX, malam parafin berhasil dikristalkan dari minyak tanah menjadi bahan utama malam.Karena parafin cenderung lembek dan lentur pada temperatur dibawah titik leburnya, maka digabungkan dengan stearat.Bersama stearat, parafin menjadi bahan dasar lilin batangan.Selama perkembangannya, ada beberapa cara pembuatan lilin.mulai yang hanya mencelupkan sumbu kedalam lilin, hingga menggunakan mesin pencetak lilin, yang mulai di kembangkan pada abad XIX.mesin ini terdiri atas tangki logam yang di panaskan kemudian didinginkan berganti-ganti.Cara kerjanya mula-mula sumbu disusupkan dari dasar cetakan melalui piston, menembus lilin cair dalam cetakan.Setelah cetakannya dingin, lilin mengeras, lilin didorong keluar oleh piston, lalu sumbunya dipotong.
Zaman sekarang lilin mempunyai bentuk, ukuran dan keunikan tersendiri dan mempunyai aroma harum tertentu.
Meskipun tidak di ketahui asal-usulnya, masyarakat Mesir kuno jelas telah mengenal lilin.Diabad pertengahan, lilin lemak luas di pakai masyarakat Eropa.Selanjutnya lemak bersumbu digantikan dengan lilin dari malam lebah yang beraroma khas.
Pada abad XIX ahli kimia Prancis Michel-Eugene Chevreul menancapkan tonggak bersejarah dalam proses pembuatan lilin. Ia berhasil memisahkan asam lemak dari gliserin lemak sehingga menghasilkan asam stearat, bahan penting untuk menghasilkan lilin bermutu baik. Stearat bersama dua bahan yang di temukan selanjutnya, yaitu spermaceti dan malam parafin selanjutnya menjadi bahan baku utama lilin.
Spermaceti adalah hasil kristalisasi lemak ikan paus.Kelebihan spermaceti adalah tidak menimbulkan bau pedas, selain menghasilkan batang lilin yang tidak mudah lembek dan bengkok di musim panas.Lilin spermaceti membuka tahap baru dari sejarah lilin.Jenis lilin ini dibuat sedemikian rupa, sehingga dengan berat +/- 75g, kecepatan pembakarannya 120 grain (7,776 g) per jam.Jadi satu lilin baru habis selama sekitar 10 jam.Standar ini kemudian ditetapkan sebagai satu kandela, satuan ukuran intensitas sumber penerangan menurut standar internasional.
Sekitar pertengahan abad XIX, malam parafin berhasil dikristalkan dari minyak tanah menjadi bahan utama malam.Karena parafin cenderung lembek dan lentur pada temperatur dibawah titik leburnya, maka digabungkan dengan stearat.Bersama stearat, parafin menjadi bahan dasar lilin batangan.Selama perkembangannya, ada beberapa cara pembuatan lilin.mulai yang hanya mencelupkan sumbu kedalam lilin, hingga menggunakan mesin pencetak lilin, yang mulai di kembangkan pada abad XIX.mesin ini terdiri atas tangki logam yang di panaskan kemudian didinginkan berganti-ganti.Cara kerjanya mula-mula sumbu disusupkan dari dasar cetakan melalui piston, menembus lilin cair dalam cetakan.Setelah cetakannya dingin, lilin mengeras, lilin didorong keluar oleh piston, lalu sumbunya dipotong.
Zaman sekarang lilin mempunyai bentuk, ukuran dan keunikan tersendiri dan mempunyai aroma harum tertentu.